Khazanahalquran.com – Setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing. Setiap kepala juga punya cara yang berbeda dalam menilai sesuatu. Itulah alasan bahwa kita tidak akan hidup tenang jika selalu sibuk dengan penilaian orang.
Jangan mau dipusingkan dengan komentar-komentar orang lain, karena mulut mereka tak akan pernah diam. Jika kita yakin berada di jalan yang benar, telah memberikan hak orang lain, telah menjalankan kewajiban dan sudah menampilkan akhlak yang baik maka tutup telinga rapat-rapat dari komentar orang-orang, karena mereka tidak akan berhenti menuduh dan mencari kesalahan.
Mengapa? Karena memang itulah kerjaan mereka. Para Nabi yang telah sempurna dan tidak memiliki cacat saja selalu dituduh, apalagi kita yang menyimpan banyak aib dan kesalahan ini?
Nabi Nuh as dituduh sesat.
قَالَ الْمَلأُ مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ
Pemuka-pemuka kaumnya (Nuh) berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar- benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS.Al-A’raf:60)
Nabi Hud as dituduh kurang waras dan pendusta.
قَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وِإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Pemuka-pemuka orang- orang yang kafir dari kaumnya (Hud) berkata, “Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar kurang waras dan kami kira kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS.Al-A’raf:66)
Nabi Shalih as disebut sebagai pendusta dan sombong.
أَأُلْقِيَ الذِّكْرُ عَلَيْهِ مِن بَيْنِنَا بَلْ هُوَ كَذَّابٌ أَشِرٌ
Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Pastilah dia (Shalih) seorang yang sangat pendusta (dan) sombong.” (QS.Al-Qamar:25)
Nabi Ibrahim hanya dinilai sebagai pemuda biasa saja dengan penuh pelecehan.
قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.” (QS.Al-Anbiya’:60)
Nabi Musa dianggap hina seperti anak kecil karena tidak fasih dalam berbicara.
أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِّنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ
“Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?” (QS.Az-Zukhruf:52)
Nabi Muhammad disebut sebagai penyair, pendusta dan orang gila.
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
Dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS.As-Shaffat:36)
Para Nabi adalah manusia yang memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah swt. Mereka begitu sempurna hingga tak memiliki cacat dan kesalahan. Namun lihatlah bagaimana penilaian orang-orang kepada mereka?
Ayat-ayat diatas telah menjelaskannya, mereka dianggap sebagai orang gila, tukang sihir, sesat, anak kecil dan lain sebagainya. Namun para Nabi tak memperdulikan penilaian manusia, yang terpenting adalah bagaimana penilaian Allah swt atas diri mereka. Seperti kutipan doa Rasulullah saw ketika dilempari di Thoif, sembari membersihkan darah di kakinya, beliau bersabda,
“Jika Engkau (Allah) tidak marah kepadaku, maka aku tidak peduli dengan apapun”
Tentu masih banyak ayat-ayat lain yang berkaitan dengan hal ini, namun pelajaran penting yang kita ambil hari ini adalah
Jangan sibuk dengan penilaian orang lain ! karena seputih apapun diri kita, pasti akan tampak hitam di mata mereka.
Sibukkan diri untuk menjadi yang terbaik di mata Allah, karena hanya Penilaian-Nya lah yang dapat bermanfaat bagi kehidupan kita.
Sumber : https://khazanahalquran.com/masihkah-kita-sibuk-dengan-penilaian-orang-lain.html